Berikut ini Nama - Nama pemenang kategori Film Layar Lebar:
Film Terpuji: The Mirror Never Lies
1.Pemeran Utama Pria Terpuji: Qausar Harta Yudana (Pengejar Angin)
2.Pemeran Utama Wanita Terpuji: \(Sang Penari)
3.Pemeran Pembantu Pria Terpuji: Surya Saputra (Malaikat Tanpa Sayap)
4.Pemeran Pembantu Wanita Terpuji: Ira Maya Sopha (Mother Keder) & Ratna Riantiarno (Get Married 3)
5.Sutradara Terpuji: Kamila Andini (The Mirror Never Lies)
6.Penulis Skenario Terpuji: Ben Sihombing (Pengejar Angin)
7.Penata Editing Terpuji: Cesa David Luckmansyah (Sang Penari)
8.Penata Kamera Terpuji: Ipung Rachmat Syaiful (The Mirror Never Lies )
9.Penata Artistik Terpuji: Allan Sebastian (Di Bawah Lindungan Ka’bah) & A Tonny Trimarsanto,
10.Timothy D Setyanto (The Mirror Never Lies).
11.Penata Musik Terpuji: Aksan Sjuman & Titi Sjuman (Sang Penari)
12.Poster Film Terpuji : The Mirror Never Lies
13.Penghargaan Khusus Pemeran Anak Terpuji: Chantiq Schagerl (Hafalan Shalat Delisa)
14.Lifetime Achievment Award: Aminah Cendrakasih & Slamet Rahardjo
resensi film THE MIRROR NEVER LIES
Terhitung sejak tanggal 2 hingga tanggal 5 Mei tak sabar menonton film
yang mendapatkan penghargaan bahkan sebelum dirilis itu, saking tak
sabarnya hingga aku menelepon sahabatku shubuh-shubuh demi
memprovokasinya untuk menonton film ini (seperti yang ku tulis di
postingan sebelumnya). Sayangnya akhir penantianku tak cukup
membahagiakan. Film The Mirror Never Lies tak sebagus yang ku bayangkan.
Baiklah aku mengacungkan jempol untuk tempat yang dipilih, yakni
Wakatobi yang masih terbilang virgin itu, tapi secara pribadi aku
memberikan nilai minus untuk ide cerita film tersebut. Terkesan seperti
menyuguhkan keindahan alam Wakatobi saja, air laut yang masih biru,
jernih dan bersih, aneka ragam ikan beserta terumbu karang yang indah,
serta budaya penduduk asli Wakatobi. Dan yang paling ku sesalkan adalah
konflik yang tak pernah berhasil menyentuh klimaks. (Pssstt… Sampe aku ngantuk waktu nonton)
Pakis yg lelah menunggu Bapaknya…
Ceritanya begini, Pakis (Gita Lovalista) adalah anak yang tak pernah
lelah menanti ayahnya kembali ke rumah, ayahnya pergi melaut namun
setelah sekian lama beliau tak kunjung pulang. Semua orang percaya bahwa
ayahnya telah meninggal, bahkan Ibunya sendiri! Namun ia tetap percaya
bahwa sang ayah masih hidup dan akan kembali menemui dirinya dan ibunya.
Bahkan Pakis yang merupakan anak suku Bajo melakukan ritual khas
sukunya dengan menggunakan cermin yang dipercaya bisa melihat bayangan
keberadaan orang yang hilang di laut.
Namun ritual Pakis selalu saja ditentang dengan ibunya, Tayung (Atiqah
hasiholan). Ibunya selalu menganggap bahwa usaha Pakis adalah sia-sia.
Tayung selalu marah ketika Pakis membicarakan ayahnya. Pakis tidak
pernah menyerah, ia bersama Lumo (Eko), sahabatnya selalu menanti dan
berharap kembalinya sang Ayah. Keadaan semakin rumit ketika hadirnya
Tudo (Reza Rahadian), seorang peneliti lumba-lumba dari Jakarta yang
tinggal di rumahnya. Konflik pun terjadi diantara mereka, Tayung dan
Pakis (yang masih duduk di bangku SD) itu sama-sama terpesona pada Tudo.
Hingga Lumo yang jatuh hati pada Pakis terbakar api cemburu (ah, bahasanya dewasa sekali ya? Cemburu! Wkwkwk…)
Sebagai sutradara, Dini berhasil mengemasnya sisi visual yang mengemas
keindahan Wakatobi tersebut, apalagi film yang dibintangi oleh Reza
Rahadian, Atiqah Hasiholan, beserta tiga anak asli suku Bajo ini juga
didukung dengan pengambilan gambar bawah laut yang menunjukkan keindahan
terumbu karang beserta penghuninya dengan baik, tak ketinggalan suara
air yang bergerak pelan dan desiran angin terdengar jelas. Ya memang
tidak salah jika Wakatobi menjadi The Triangle Coral.
Satu hal lagi yang menarik dari film produksi dari WWF, Pemda Wakatobi,
dan SET Film ini adalah akting dari para anak-anak asli suku Bajo, Gita
Lovalista, Eko, dan Inal. Meskipun ini adalah kali pertamanya mereka
berakting, namun kualitas aktingnya patut diacungi jempol. Tak
berlebihan jika mereka dikatakan mampu mengimbangi akting sekelas Reza
dan Atiqah, karena mereka berhasil menujukkan aktingnya yang sangat
natural!
Selain sisi keindahan alam Wakatobi, Dini juga menyisipkan berbagai
acara adat suku Bajo. Seperti salah satunya acara adat Kabuenga, acara
cari adat bagi suku Bajo. Tak hanya itu, pesan demi pesan juga turut
mewarnai film yang berlokasi syuting seluruhnya di Wakatobi ini.
Misalkan seperti ketika Pakis yang mencuri ikan yang masih kecil hasil
tangkapan nelayan lalu melepaskan kembali ke laut. Ya, mereka telah
membuat peraturan bahwa ikan yang masih kecil tidak boleh ditangkap.
Suku Bajo itu bersama-sama menjaga laut mereka, karena laut merupakan
bagian kehidupan mereka. Dengan keterbatasan serta sarana pendidikan
yang masih minim mereka berhasil menggambarkan bagaimana seharusnya
manusia mencintai dan menjaga alamnya.
Film ini direlease pada tanggal 5 mei 2011. Namun, seakan takut minimnya
popularitas, film ini menyebut Atiqah sebagai bintang utamanya, padahal
jelas, Gita-lah sorotan utama dalam cerita ini.